Allah Menjadikan Pernikahan sebagai Jalan untuk Meraih Ketenangan dan Ketenteraman

Di antara maksud syari’at dari disyari’atkannya pernikahan adalah sebagai jalan untuk meraih ketenangan dan ketenteraman.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, agar kalian merasa tenteram kepadanya. Dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih sayang dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” 1

Oleh karena itu, wajib bagi setiap orang yang berumah-tangga, baik itu suami ataupun istri, untuk memperhatikan maksud syari’at ini. Jika seorang suami atau istri malah mencari ketenangan dan ketenteraman di luar rumah dengan orang lain yang bukan pasangan sahnya, maka dia tidak akan mendapatkan ketenangan dan ketenteraman yang hakiki, walaupun dia merasa bahwa dia telah mendapatkannya!

Adapun jika ditanya, bagaimana seseorang yang telah menikah itu dapat menjadikan pernikahannya sebagai sumber ketenangan dan ketenteraman, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh syari’at di balik disyari’atkannya pernikahan?

Maka kita katakan, jawabannya telah diisyaratkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج.

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.” 2

Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa di antara metode agar ketenangan dan ketenteraman rumah tangga dapat diperoleh oleh suami dan istri itu adalah dengan menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Jika dua hal ini adalah metode bagi orang yang belum menikah untuk bisa meraih ketenangan dan ketenteraman dalam hidupnya, maka dua hal tersebut juga merupakan metode bagi orang yang telah menikah untuk meraih ketenangan dan ketenteraman tersebut. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan dalam hadits, perbedaan antara orang yang belum menikah dan telah menikah adalah bahwa pernikahan dapat membantu seseorang lebih mudah untuk menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya, sehingga seharusnya lebih mudah baginya untuk meraih ketenangan dan ketenteraman tersebut.

Adapun jika seseorang telah menikah tetapi tetap tidak mau menundukkan pandangannya dan tidak mau menjaga kemaluannya, maka dia tidak akan bisa meraih ketenangan dan ketenteraman tersebut. Apa yang diharapkan dari seseorang yang berusaha mencari sesuatu sebagai tujuannya, tetapi dia malah membuang sumber yang syar’iy untuk meraih sesuatu tersebut, dan malah justru mencarinya di tempat yang telah diharamkan oleh syari’at?

Ustadz Dr. Andy Octavian Latief
Artikel andylatief.com

Catatan Kaki:
  1. Surat ar-Rum: 21. []
  2. Muttafaqun ‘alaihi, diriwayatkan oleh al-Bukhariy (no. 5065) dan Muslim (no. 1400). []

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top